09 Apr 2020
Membuat generasi milenial agar betah kerja kantoran memang bukan perkara mudah. Apalagi mengingat bahwa generasi milenial pada umumnya merupakan pecinta kebebasan. Kendati demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa generasi milenial termasuk generasi terpintar dan cepat beradaptasi. Oleh karena itulah, keberlangsungan ekonomi dan usaha juga terkait dengan generasi milenial.
Menurut penelitian, millennial melampaui semua generasi lainnya pada 2016 sebagai bagian terbesar dari tenaga kerja. Pada 2017, 56 juta anggota kerja lahir antara 1981 dan 1996, dibandingkan dengan Generasi X, yang menyumbang sekitar 53 juta, dan baby boomers, yang menyumbang sekitar 41 juta.
Walaupun sebagian besar generasi terhubung dengan stereotip dan klise tertentu, penting untuk diingat bahwa karyawan masih merupakan individu dan tidak boleh dinilai hanya berdasarkan kapan mereka dilahirkan.
Namun, ada beberapa perbedaan terukur dalam kapan dan bagaimana generasi milenial dibesarkan dan dididik, dan memahami perbedaan-perbedaan ini dapat membuatnya lebih mudah untuk menciptakan tempat yang membuat milenial betah kerja kantoran.
Baca juga: 6 Profesi yang Memungkinkan untuk Work From Home
Salah satu perubahan dalam pendekatan pendidikan yang dirasakan oleh para milenial semasa sekolah adalah peningkatan jumlah kerja tim dan proyek kelompok. Dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, para milenial terbiasa diminta untuk menjadi bagian sebuah tim, dan bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Inilah yang kemudian membentuk pola pikir milenial untuk mencari tempat kerja yang bisa menjadi wadah baginya untuk berkontribusi dalam tim.
Jika kamu ingin membuat milenial betah kerja kantoran di tempatmu, andalkan semua orang yang ada di tim kamu, sesuai dengan peran dan tanggung jawab mereka. Selain mereka akan terpacu untuk berkontribusi dalam tim, kamu juga akan mendapatkan keuntungan dari mereka yang semangat bekerja.
Generasi milenial adalah generasi pertama yang tumbuh dengan internet sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Mereka adalah yang pertama merangkul dan memanfaatkan teknologi yang menghubungkan orang secara elektronik. Pengalaman dan pengetahuan ini dapat membantu memperluas komunikasi baik secara internal maupun eksternal untuk perusahaan kamu.
Memang awalnya pasti sulit untuk membiasakan diri dengan hal-hal efisien yang diperkenalkan oleh milenial pada kantormu. Apalagi jika kamu terbiasa menggunakan komputer tua, atau menggunakan media-media yang belum terlalu canggih untuk mendukung pekerjaanmu. Cobalah rangkul milenial yang bekerja di tempatmu, dan tanyakan pendapat mereka, apakah mereka punya ide cemerlang untuk membuat proses kerja di kantormu menjadi lebih baik.
Penelitian menunjukkan bahwa generasi milenial lebih banyak orang yang diidentifikasi sebagai multiras daripada generasi lain. Sebuah survei oleh Deloitte menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen dari milenial berharap untuk meninggalkan pekerjaan mereka dalam waktu dua tahun dan kurang dari 30 persen ingin berada di pekerjaan yang sama selama lebih dari lima tahun.
Survei Deloitte yang sama menunjukkan bahwa generasi millennial menghargai dan paling bersedia untuk tetap dengan perusahaan yang memiliki tim manajemen yang beragam, lingkungan kerja yang fleksibel. Mengambil keuntungan dari ini berarti membangun tim kepemimpinan dan staf yang beragam selain mencari klien yang beragam. Selain itu, berikan lingkungan kerja dengan peluang untuk maju dan tantangan yang baru.
Ketika perusahaan teknologi Qualtrics melakukan penelitian ke milenial, mereka menemukan persepsi bahwa sebutan yang ditujukan pada para milenial, ‘generasi malas’ didasarkan pada perbedaan persepsi antara milenial dan generasi pendahulunya ketika membicarakan tentang memprioritaskan struktur dan proses.
Generasi pendahulunya menghargai hal-hal seperti jadwal kerja tetap maupun seragam atau pakaian kerja. Sedangkan, milenial lebih fokus pada hasil akhir. Mereka tidak suka dikekang oleh jam kerja yang ketat, atau dipaksa berpakaian ini dan itu padahal pekerjaan mereka tidak menuntut untuk keluar kantor. Ini berarti, penting bagi kantor untuk sedikit mengendurkan aturan.
Banyak milenial yang merupakan pekerja keras, tapi membutuhkan waktu senggang di antara satu pekerjaan dengan yang lainnya. Ini ditujukan agar pikiran mereka segar kembali. Tentunya generasi sebelumnya akan terbakar api amarah jika melihat sikap milenial yang seperti ini.
“Saya ‘kan tidak membayar mereka untuk nonton YouTube di jam kerja!” jika ini yang muncul di pikiranmu, padahal milenial tersebut berhasil menyelesaikan tanggung jawab mereka tepat waktu, mungkin kamu perlu memikirkan kembali apakah kamu mau membuat milenial betah kerja kantoran di tempatmu.
Gabungkan sifat-sifat yang berbeda seperti cerdas akan teknologi dan berorientasi pada hasil akhir, dan kamu mendapatkan karyawan yang mampu melakukan pekerjaan dengan baik. Barangkali lebih baik daripada generasi-generasi sebelumnya.
Banyak milenial percaya bahwa mereka harus memiliki pilihan untuk bekerja secara jarak jauh pada kesempatan tertentu, atau bahkan sepenuhnya bekerja remote karena mereka ingin menghemat waktu yang seharusnya bisa ia pakai untuk beristirahat atau bekerja lebih banyak. Jika kantormu fleksibel seperti ini, pastilah milenial akan betah kerja kantoran bersamamu.
Generasi milenial sering dianggap santai dan lebih berorientasi pada masa kini. Padahal, hal tersebut tidak benar. Banyak sekali milenial yang mulai menyadari bahwa generasi mereka tidak akan semudah itu memiliki apa yang dimiliki generasi sebelumnya. Sebut saja rumah. Rasio pendapatan mereka dengan harga rumah saat ini seringkali tidak masuk akal.
Padahal, generasi milenial juga ingin membangun keluarga, dan mempersiapkan masa pensiun mereka dengan tenang. Oleh karena itu, tawarkanlah keamanan finansial bagi mereka. Sediakan asuransi/BPJS, juga program-program yang membantu mereka berinvestasi demi masa depan, misalnya penyediaan dana pensiun.
Kamu patut mempertimbangkan penggunaan reksa dana pasar uang untuk mengelola dana pensiun karyawan. Return yang lumayan, dibarengi dengan likuiditas tinggi, dan risiko sangat rendah, pastinya akan membuat karyawanmu berterima kasih.
Baca juga: 7 Langkah Jadi Womenpreneur yang Sukses