06 Sep 2021
Rasio NPL atau non performing loan termasuk salah satu rasio keuangan yang penting, terutama bagi investor yang hendak memeriksa kesehatan suatu bank. Istilah ini merujuk pada kredit yang tidak berjalan atau biasa disebut kredit macet.
Untuk memahami lebih jauh, berikut penjelasan apa itu rasio NPL.
Baca juga: Prosedur Receivable Financing agar Disetujui Bank
Non performing loan (NPL) adalah salah dari sejumlah faktor yang menunjukkan kesehatan suatu bank. Dari informasi NPL dapat diketahui evaluasi atas kondisi rentabilitas, risiko kredit, kondisi permodalan, likuiditas, dan risiko pasarnya.
Umumnya NPL yang digunakan yaitu NPL neto. Artinya NPL yang sudah disesuaikan. Evaluasi kualitas aset yaitu evaluasi atas kondisi aset pada bank serta seberapa cukup manajemen risiko kreditnya.
NPL menjadi indikator jika bank tersebut bermasalah. Jika tidak kunjung diberi solusi, maka akan berdampak buruk bagi bank.
Sebagai contoh, keberadaan NPL atau kredit bermasalah akan berpengaruh ke penurunan modal bank. Jika tidak diatasi, akan berpengaruh ke penyaluran kredit pada kurun yang akan datang.
Semakin tinggi rasio NPL, dapat disimpulkan ada yang salah dengan kinerja bank tersebut. Akibat negatif yang muncul juga semakin banyak.
Sementara itu jika rasio NPL-nya kecil, dapat disimpulkan kinerja bank tersebut baik dan memenuhi fungsinya. Fungsi bank yang utama adalah menghubungkan dua pihak. Pihak pertama ingin menyimpan uangnya dan pihak kedua adalah yang membutuhkan uang sehingga memohon kredit kepada bank.
Ada beberapa jenis nasabah yang memohon kredit. Pertama yaitu nasabah yang selalu tepat waktu membayar kredit. Kedua adalah yang jarang membayar kreditnya sehingga menimbulkan kredit macet.
Kredit macet ini membuat rasio NPL meningkat. Satu nasabah saja bisa menimbulkan peningkatan drastis pada rasio NPL.
Lalu bagaimana dengan bank yang memiliki banyak nasabah dengan kredit macet? Persentase NPL akan meningkat, artinya bank gagal melakukan fungsinya.
Rasio NPL berpengaruh besar bagi kesehatan bank. Maka dari itu, bank harus memberikan solusi untuk mengurangi rasio NPL. Berikut sederet masalah yang bisa timbul akibat tingginya NPL.
Likuiditas terkait apakah bank mampu membayar pihak ketiga atau tidak. Pihak ketiga dalam konteks ini adalah pihak yang bekerja di bank. Jika terjadi masalah pada likuiditas, bank akan terancam mengurangi pegawai yang bekerja.
Rentabilitas terkait apakah piutang terhadap nasabah dapat ditagih atau tidak. Sering terjadi nasabah mangkir saat ditagih kreditnya, bahkan melarikan diri.
Hal ini kerap terjadi di bank dengan persentase NPL besar. Jika hal tersebut sudah terjadi, bank akan kesulitan menagih nasabah sehingga utang tidak dapat kembali.
Masalah solvabilitas muncul di internal bank. Masalah ini muncul ketika modal bank berkurang dan bank gagal melakukan fungsinya.
Selain tiga masalah di atas, ada pula persoalan lain yang dapat menimpa bank, yakni keuntungan yang berkurang. Hal ini disebabkan bank kehilangan pendapatan, di samping bank harus menjalankan penyisikan kolektibilitas kredit.
Ada tiga jenis kredit yang masuk dalam kriteria NPL. Berikut penjelasannya.
Kredit ini sudah termasuk NPL. Ada lima kriteria kredit kurang lancar.
a. Tunggakan pembayaran pokok beserta bunga melebihi 90 hari dari masa jatuh tempo.
b. Terjadi overdraft dan sering.
c. Mutasi rekening kecil atau rendah.
d. Pelanggaran atas kontrak kesepakatan dengan waktu 90 hari.
e. Debitur mengalami masalah keuangan.
Jenis kedua ini memiliki dua kriteria. Pertama, tunggakan pembayaran pokok beserta bunga melebihi 180 hari dari masa jatuh tempo. Kedua, adanya overdraft permanen.
Kredit tidak dibayar selama 18 bulan dari masa jatuh tempo dan debitur tidak berupaya melunasi. Bahkan debitur tidak memiliki jaminan.
Baca juga: Manakah yang Lebih Baik, Peer-to-Peer Lending vs Pinjaman Bank?
Cara menghitung NPL yaitu membagi jumlah kredit kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet dengan total kredit disalurkan, lalu dikali 100%. Hasil NPL disajikan dalam bentuk persentase.
Contohnya adalah sebagai berikut. Berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudential banking), data kredit tidak disajikan Bank Indonesia (BI) sampai nominal kredit kolektibilitas. Namun hanya total NPL keseluruhan.
Berdasarkan data BI, pada Juni 2020 total kredit yang disalurkan perbankan yaitu Rp5.549,23 triliun dengan total NPL Rp172,55 triliun.
Dari data tersebut, dapat dihitung rasio NPL berikut ini.
NPL = [(Kredit Kurang Lancar + Diragukan + Macet) / Total Kredit Disalurkan] x 100%
NPL = [172,55 / 5.549,23] x 100% = 3,1%
Menurut BI, rasio NPL yang ideal berkisar di angka 5%. Rasio di atas 5% menunjukkan kredit macet lebih banyak daripada kredit lancar.
Rasio NPL yang digunakan untuk mengukur performa perbankan yaitu rasio NPL netto. Rasio ini dihubungkan dengan risiko kredit lewat proses analisis yang menyeluruh.
Berdasarkan laporan keuangan berbagai bank di Indonesia, umumnya menunjukkan angka 3%. Artinya plafon rasio NPL tersebut masih di bawah ketentuan BI.
Walaupun begitu, perlu diwaspadai jika tren angka dari naik dari tahun ke tahun. Bank perlu meningkatkan performa dengan berbagai cara.
Pihak bank atau penyedia jasa keuangan lainnya dapat melakukan manajemen risiko dalam mengatasi munculnya NPL. Hal ini dilakukan agar menjaga tidak terjadi peningkatan kredit macet.
Pihak bank atau lembaga keuangan harus menganalisis calon debiturnya secara cermat. Hal ini dapat diketahui dari analisis kepribadian, kemampuan membayar cicilan, kondisi keuangan, jaminan yang diagunkan, dan prediksi keterlambatan membayar.
Setelah kredit diterbitkan, perbankan wajib memantau bagaimana nasabah memanfaatkan dananya dengan melihat pertumbuhan usaha dan ekonomi debitur secara langsung.
Apabila terjadi kredit macet, jaminan adalah langkah terakhir yang dapat dilakukan debitur. Maka dari itu pihak perbankan harus memastkan nilai dan kelayakan aset yang dijadikan alat jaminan.
Bagi perusahaan, baik untuk memastikan kondisi keuangan atau nilai NPL. Dengan memiliki kredit lancar dan pendanaan baik untuk bisnis, maka akan memberikan keberlanjutan bagi bisnis yang dijalankan.
Anda kini bisa mendukung perekonomian Indonesia dengan menjadi pendana UMKM yang sudah terverifikasi. Caranya adalah dengan mendaftarkan diri sebagai pendana di P2P lending Modal Rakyat.
Layanan ini sudah berizin OJK, sehingga aset Anda dijamin keamanannya. Imbal hasil yang ditawarkan mencapai 18 persen per tahun.
Selanjutnya, minimal pendanaan yang bisa dilakukan rendah. Anda bisa mendanai mulai dari Rp25.000 saja.
Likuiditas yang ditawarkan juga tinggi. Anda bisa memilih durasi pendanaan, misalnya mulai dari satu bulan saja.