22 May 2021
Semenjak Covid-19 menerjang berbagai negara di Dunia, topik resesi menjadi hangat dalam pembahasan ekonomi. Apa itu Resesi? Apa penyebabnya? Temukan penjelasan lebih lengkap dalam artikel ini.
Pengertian resesi adalah periode waktu berkurangnya ekonomi di mana aktivitas industri berkurang. Hal ini biasanya dilihat dari turunnya produk domestik bruto (PDB) di dua kuartal berturut. Resesi juga berarti melambatnya aktivitas ekonomi. Selain itu, berkurangnya pengeluaran secara signifikan biasanya merujuk ke resesi.
Melambatnya aktivitas industri dan ekonomi selama beberapa kuartal dapat menghalangi pertumbuhan ekonomi. Akibatnya perekonomian seluruh negara terhambat. Hal ini ditandai dengan penurunan PDB, lapangan pekerjaan, keuntungan perusahaan, dan lain sebagainya.
Indonesia sendiri mencatatkan minus 3,49 persen year on year pada Q3/2020. Artinya terjadi penurunan PDB atau pertumbuhan negatif. Sebelum itu, kuartal II/2020 mencatatkan minus 5,32 persen.
Hal ini sesuai dengan perkiraan Sri Mulyani. Jika pertumbuhan tidak berhasil mencapai posisi nol persen, Indonesia resmi mengalami resesi teknikal, di mana penurunan siklus ekonomi mencapai minus pada dua kuartal sekaligus.
Dalam kondisi seperti ini, biasanya negara melakukan kebijakan moneter dengan memperbanyak peredaran uang dalam negeri. Hal ini diberlakukan untuk mengurangi suku bunga. Selain itu, pemerintah meningkatkan pengeluaran dan mengurangi pajak.
Ada beberapa hal lain yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan kondisi ekonomi dari resesi, yaitu menjaga konsumsi senilai 57,9 persen PDB lalu investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) senilai 32,3, persen PDB. Jika dua variabel ini bisa dipulihkan maka pertumbuhan kuartal III bisa 0 persen atau positif.
Menurut Menteri Keuangan, yang terpenting adalah tingkat konsumsi dan penanaman investasi. Jika keduanya masih negatif, pemerintah harus berjibaku agar bisa masuk dalam zona netral 0 persen.
Menurunnya PDB dalam waktu dua kuartal biasanya menjadi tanda resesi. Namun ada pula yang mendefinisikan resesi sebagai hal yang berbeda, yakni menurunnya secara signifikan aktivitas ekonomi di segala bentuk bidang dan terjadi beberapa bulan. Hal ini terlihat dari PDB nyata, bidang produksi, penjualan grosir, penjualan eceran, lapangan kerja. Sehingga jika terjadi penurunan ekonomi pada kuartal pertama, bisa dikatakan terjadi resesi.
Baca juga: Faktor Penyebab dan Pengaruh Inflasi terhadap Keuangan Anda
Resesi bisa timbul karena banyak fenomena perekonomian. Mulai dari deflasi hingga inflasi berlebihan. Berikut sederet fenomena yang menimbulkan resesi.
Terjadi fenomena tak terduga yang menyebabkan gangguan ekonomi secara menyeluruh, misalnya bencana alam. Contoh yang paling dirasakan saat ini adalah pandemi Covid-19 yang melanda hampir semua negara.
Harga saham teknologi dan properti sebelum resesi akan naik drastis dan membuat investor berbondong-bondong membelinya. Akibatnya keputusan investasi lebih banyak didorong emosi dan ekonomi memburuk.
Namun saat gelembung aset pecah, investor kehilangan investasi mereka dan muncul rasa takut. Perusahaan dan individu lalu menahan diri mengeluarkan uang dan terjadilah resesi.
Suku bunga yang tinggi membuat harga properti dan barang mewah lainnya menjadi lebih tinggi. Perusahaan lalu menahan pengeluaran mereka karena pembiayaan yang terlalu tinggi. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi mereka terhambat.
Fenomena ini disebut juga inflasi, atau tren harga yang ajek dan naik setiap saat. Inflasi adalah sesuatu yang baik. Namun terlalu banyak inflasi bisa menjadi berbahaya karena akan menekan kegiatan ekonomi.
Penyebab inflasi di antaranya adalah permintaan tinggi terhadap suatu barang dan jasa sehingga membuat harganya naik. Penyebab lainnya adalah naiknya upah produksi, peredaran uang yang semakin banyak, dan tidak seimbangnya supply and demand.
Penyebab lainnya diakibatkan masyarakat sendiri yang memprediksi harga barang akan naik atau istilahnya inflasi ekspektasi. Terakhir kali terjadi kekacauan inflasi akibat krisis ekonomi dan politik di Indonesia akibat kerusuhan 1998.
Dampak inflasi adalah pendapatan masyarakat yang terus menurun, sehingga standar hidup orang banyak semakin turun. Yang miskin menjadi semakin miskin. Dampak kedua adalah ketidakpastian bagi pemilik usaha untuk memutuskan sesuatu.
Fakta menunjukkan inflasi akan membuat masyarakat kesulitan melakukan konsumsi, produksi, investasi, sehingga pertumbuhan ekonomi terhambat. Selanjutnya, tingkat inflasi dalam negeri yang lebih tinggi daripada negara sebelah membuat bunga domestik tidak bersaing, sehingga menekan nilai rupiah.
Inflasi dapat menyebabkan resesi. Namun di sisi lain deflasi dapat menyebabkan dampak lebih buruk. Deflasi berarti turunnya harga barang setiap saat. Penyebabnya adalah penurunan permintaan besar-besaran, sehingga penjual harus banting harga untuk menarik perhatian pembeli. Hal ini membuat gaji karyawan berkurang demi menekan harga. Akibatnya orang menunda pembelian dan menunggu harga turun.
Deflasi yang terjadi terus-menerus dapat berdampak kepada kegiatan transaksi ekonomi. Berkurangnya harga barang dan jasa membuat produsen tidak mampu menutupi biaya produksi. Jika deflasi memburuk, bukan tidak mungkin produsen akan memutuskan PHK untuk mereduksi biaya produksi. Semakin tinggi kerugian, semakin banyak pegawai di-PHK.
Deflasi kerap disangkutkan dengan situasi resesi. Deflasi terjadi akibat kondisi ekonomi yang lesu. Permintaan dan konsumsi menurun, akibatnya perekonomian terhambat geraknya.
Berubahnya teknologi untuk menambah produktivitas dapat membantu ekonomi negara dalam jangka panjang. Namun ada kemungkinan penyesuaian sumber daya manusia (SDM) dalam jangka pendek.
Sebagai contoh, pada abad 19, terjadi penghematan tenaga SDM besar-besaran. Revolusi Industri membuat banyak pekerjaan terkesan usang, sehingga memicu resesi. Di masa mendatang, banyak ilmuwan mengkhawatirkan bahwa kecerdasan buatan dan robot akan menggantikan peran manusia dalam bekerja.
Ketika konsumen tidak lagi percaya dengan keadaan ekonomi, mereka menahan diri untuk mengeluarkan uang dan memilih menyimpan aset mereka. Mengingat lebih dari 50 persen PDB bergantung pada tingkat konsumsi, perekonomian dapat anjlok.
Resesi dapat menghancurkan hajat hidup orang banyak. Neraca perdagangan menjadi minus dan berdampak pada cadangan devisa. Dalam skala nyata, setelah resesi muncullah pengangguran di mana-mana akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Maka dari itu banyak orang terkena dampak resesi. Setelah menganggur, daya beli konsumen menurun. Sementara itu pemilik usaha gulung tikar.
Dalam resesi, banyak orang dapat kehilangan rumah mereka karena tak mampu lagi mencicil. Orang muda dan lulusan mahasiswa kesulitan mendapat pekerjaan. Resesi membuat karyawan kesulitan mendapatkan bonus dan peluang promosi dalam pekerjaannya. Mereka mungkin tidak lagi mendapat kenaikan gaji, atau justru mendapat pemotongan gaji. Walaupun dampak resesi tidak dirasakan masyarakat secara sama, kesenjangan sosial semakin meningkat.
Produksi barang dan jasa juga anjlok, menyebabkan PDB nasional turun drastis. Jika tak kunjung dapat diperbaiki, resesi bisa menimbulkan efek domino yang menyebar ke bidang lainnya. Misalnya kredit macet, inflasi yang tak terkendali, bahkan deflasi.
Secara definisi standar, antara resesi dengan depresi ekonomi tidak berbeda jauh. Namun depresi ekonomi sering dikatakan sebagai kondisi yang lebih parah. Di mana perekonomian turun drastis dan berlangsung dalam waktu berbulan-bulan.
Perbedaan kedua istilah itu dapat dilihat dari tingkat menurunnya PDB dan kurun waktunya. Depresi berarti kondisi ekonomi resesi yang semakin memburuk. Jika resesi berarti PDB berada di level minus 0,3 - 5,1 persen, maka pada depresi PDB-nya bisa mencapai minus 14,7 - 38,1 persen. Di lapangan secara nyata dapat dilihat angka PHK meningkat dan pertumbuhan ekonomi semakin minus dalam periode waktu yang lama.
Secara skala, resesi dan depresi ekonomi bisa dikatakan berbeda. Resesi terbatas di sebuah negara saja. Sementara itu depresi lebih parah, yakni terjadi di beberapa negara bahkan bisa terpengaruh secara global.
Di Indonesia sendiri pernah terjadi resesi ketika tahun 1998. Saat itu adalah momentum tumbangnya rezim Presiden Soeharto dan Orde Baru. Resesi terbaru di Indonesia terjadi pada 2021, yakni PDB yang turun secara drastis akibat pandemi Covid-19.
Dalam berinvestasi atau mengembangkan dana, Anda bisa memilih P2P Lending Modal Rakyat. Dana yang Anda pinjamkan akan disalurkan untuk para pelaku UMKM di Indonesia yang ingin mengembangkan usahanya tersebut. Anda bisa memulai berinvestasi di modal yang minim, yaitu Rp25.000.
Anda dapat meraih imbal balik 15% hingga 25% setiap tahunnya. Kami telah meraih izin dari OJK secara resmi. Gunakan kode BLOG25 untuk mendapatkan bonus saldo Rp25.000. Anda bisa langsung mendaftar menjadi pendana melalui halaman berikut ini.