21 Oct 2020
Perjalanan uang 100 ribu rupiah di Indonesia terbilang panjang. Jauh sebelum menggunakan rupiah, Indonesia di zaman penjajahan menggunakan uang ala kolonial sebagai alat tukar saat hendak membeli sesuatu. Usai penjajah diusir dari bumi pertiwi dan Indonesia meraih kemerdekaan, muncul gagasan untuk membuat mata uang nasional sendiri.
AA Maramis sebagai Menteri Keuangan kala itu mulai mengatur alat tukar baru milik Negara Republik Indonesia. Hingga pada akhirnya kita sudah mengenal sebuah rupiah sebagai sebuah alat untuk tukar resmi yang sudah berlaku di Negara Indonesia. Nilai rupiah pun kerap mengalami perubahan yang fluktuatif alias naik turun. Bahkan pernah mengalami kejatuhan signifikan saat krismon 1998.
Pecahan rupiah sendiri ada yang dalam bentuk koin dan kertas. Saat ini pecahan yang beredar untuk uang koin adalah Rp100, Rp200, Rp500, dan Rp1.000. Sementara uang kertas yang beredar antara lain pecahan Rp1.000, Rp2.000, Rp5.000, Rp10.000, Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000. Kali ini kami akan membahas mengenai awal mula terjadinya sejarah dari uang 100 ribu.
Baca juga: Menguntungkan, Modal Uang 100 Ribu untuk Bisnis Pulsa
Uang 100 ribu baru pertama kali diterbitkan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral pada tanggal 1 November 1999. Itu artinya, terbitan pertama uang dengan nominal besar ini sudah lebih dari 20 tahun lalu. Penerbitan uang ini terbilang fenomenal karena nilainya yang paling besar dibanding terbitan uang kertas sebelumnya.
Sebetulnya, uang 100 ribu juga pernah diedarkan sebelumnya, tepatnya pada tahun 1970-an. Akan tetapi nominal tersebut dikeluarkan dalam bentuk koin. Sementara untuk pecahan dalam bentuk kertas, nilai ini merupakan yang pertama kali diterbitkan sepanjang sejarah keuangan Indonesia. Uang kertas ini di awal pencetakannya diimpor dari Australia.
Saat itu, uang 100 ribu nilainya hanya 10 US Dolar mengingat adanya krisis moneter yang terjadi pada 1998 menyusul jatuhnya Orde Baru. Melansir Harian Kompas yang terbit pada 28 Oktober 1999, uang baru tersebut dicetak dalam jumlah besar, yakni mencapai Rp50 triliun.
Langkah ini sebagai bagian dari persyaratan internasional yang harus dipenuhi di mana Bank Sentral harus mempunyai persediaan uang tunai dengan jumlah lima kali lipat dari situasi normal. Hal ini adalah cara untuk menghadapi millennium bug yang dimulai tahun 2000. Meskipun diterbitkan dalam jumlah banyak tetapi tidak menyebabkan inflasi.
Salah satu hal yang cukup mencolok dari uang 100 ribu terbitan pertama yaitu bahannya. Alat tukar baru ini dibuat menggunakan bahan polymer atau plastik. Hal ini berbeda dari alat tukar kertas yang diterbitkan sebelumnya karena menggunakan kertas sebagai bahan pembuatannya. Dimensi atau ukurannya 151 x 65 milimeter.
Sementara gambar yang tertera pada uang ini adalah tokoh Proklamator yaitu Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta. Di antara kedua tokoh tersebut, terdapat tulisan teks Proklamasi yang dapat terlihat dengan jelas. Salah satu elemen yang tidak kalah ikonik pada alat tukar baru ini adalah lambang seperti bunga mawar berwarna merah muda transparan.
Di dalam ornament seperti bunga tersebut terdapat emboss logo BI. Di sisi baliknya terdapat gambar gedung DPR/MPR. Uang 100 ribu tahun emisi 1999 ini memiliki perpaduan warna yang cukup variatif. Terdapat kombinasi warna oranye, kuning, hijau, merah, cokelat, dan biru. Ada pula lambang negara Garuda Pancasila dalam bentuk shadow image.
Permukaan alat tukar ini memiliki tekstur kasar di beberapa bagian saat diraba. Namun uang ini sekarang sudah tidak diberlakukan kembali sejak adanya terbitan desain baru. Penghentian edar tahun emisi 1999 ini ditetapkan pada tanggal 1 Januari 2019. Pemilik pecahan lama tersebut diminta melakukan penukaran sebelum masa berlakunya berakhir.
Desain uang 100 ribu banyak terpantau mengalami perubahan sehingga terdapat beberapa emisi dan seri. Sejak muncul nominal ini pada emisi 2004, terjadi perubahan baik dari segi desain, warna, ukuran, hingga bahan pembuatannya. Kemudian di tahun 2014 BI kembali mengumumkan keluaran baru dengan beberapa perbedaan dari desain emisi sebelumnya.
Pada tahun 2016 ada lagi keluaran terbaru sehingga dikenal dengan emisi 2016. Meskipun ada beberapa perubahan, namun perbedaannya tidak terlalu mencolok saat dilihat sepintas lalu. Dari semua perubahan desain tersebut, yang tetap dan tidak berubah adalah adanya pasangan Dwi Tunggal Proklamator Indonesia.
Uang 100 ribu keluaran 2004 memiliki beberapa fitur unik. Misalnya Rectoverso berupa logo Bank Indonesia. Gambar ini saling mengisi dan akan terlihat utuh saat diterawang. Ada pula blind code agar tunanetra mampu mengenali uang ini. Berbeda dari emisi 1999, keluaran 2004 ini terbuat dari bahan berwarna merah muda.
Uang 100 ribu maupun pecahan lainnya memiliki beragam manfaat dan fungsi khususnya di bidang perekonomian. Fungsi utama benda ini tentunya untuk melakukan transaksi atau alat pembayaran. Zaman dahulu kegiatan transaksi dilakukan dengan barter. Di kultur modern, kita mempunyai alat pembayaran resmi yaitu uang.
Selain untuk bertransaksi, rupiah juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai satuan hitung. Bayangkan jika tidak terdapat satuan hitung, maka penentuan harga akan sulit dilakukan. Fungsi satuan hitung ini memberikan taksiran harga yang lebih mudah dan terukur. Dengan begitu, masyarakat akan bersedia membayarkan sejumlah uang untuk membeli sesuatu.
Uang 100 ribu dan pecahan lain juga memiliki peran sebagai aspek penunjang aktivitas ekonomi dan sosial. Sehingga orang-orang berusaha keras untuk mendapatkan rupiah sebanyak mungkin. Dengan begitu dapat menjalankan berbagai kegiatan baik yang berkaitan dengan ekonomi maupun non ekonomi.
Alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah rupiah, sesuai kesepakatan para pendiri negeri di masa lalu. Perjalanannya pun panjang dan mengalami beberapa perubahan. Mulai dari warna, bahan pembuatan, ukuran, hingga gambarnya. Sejarah uang 100 ribu dari pertama terbit hingga sekarang memang menarik untuk dipelajari.
Baca juga: Cara Investasi dengan Uang 100 Ribu, Ringan dan Mudah