01 Jun 2021
Kesadaran masyarakat untuk berinvestasi semakin meningkat. Termasuk di antaranya berbagai produk investasi berbasis syariah yang mulai banyak dilirik masyarakat.
Sukuk termasuk salah satu investasi yang ada di Indonesia. Produk investasi ini berbasis prinsip syariah.
Sukuk dikeluarkan oleh negara. Dengan membeli sukuk, Anda telah membeli aset negara.
Sukuk kerap disebut juga obligasi syariah. Sederhananya, ada dua jenis obligasi, yakni konvensional dan syariah. Obligasi konvensional contohnya Obligasi Ritel Indonesia (ORI).
Baca juga: Pengertian Investasi Jangka Panjang, Jenis, dan Strateginya
Pada dasarnya, sukuk membantu kemandirian negara karena masyarakat ikut bertindak membiayai pertumbuhan negara. Dampaknya, negara mampu meminimalkan utang dari luar negeri atau pihak ketiga. Sukuk diklaim sebagai opsi yang lebih baik daripada utang.
Di Indonesia peredaran sukuk sudah disetujui dengan pemerintah menunjuk bank syariah serta bank konvensional untuk mengawasi pasar modal agar bisa menjadi penjual sukuk.
Kini dapat Anda lihat banyak pilihan investasi yang ditawarkan sesuai keperluan investor, mulai dari saham, obligasi, hingga reksa dana. Ditambah lagi dengan sukuk yang mulai banyak dilirik, dapat menjadi opsi investasi sesuai prinsip syariah kontemporer.
Sukuk adalah bukti kepemilikan aset yang diterbitkan. Hal ini diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 32/DSN MUI/IX/2002 poin ketiga.
Sukuk disebut sebagai surat berharga dengan jangka panjang yang berprinsip syariah. Sukuk diterbitkan emiten kepada pemilik obligasi.
Emiten diwajibkan menyerahkan keuntungan dengan metode bagi hasil. Emiten juga membayar biaya obligasi pada jatuh tempo.
Hal yang sama disampaikan aturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13. Sukuk berarti efek syariah berupa surat yang menjadi bukti kepemilikan atas suatu proyek.
Maka dari itu, dapat disimpulkan sukuk adalah surat atau sertifikat yang bernilai sama atas kepemilikan suatu aset yang tidak dapat dibagikan. Bentuk kepemilikan ini menjadi dasar penerbitan sukuk.
Sukuk adalah pernyataan bagian kepemilikan aset. Berbeda halnya dengan surat utang seperti obligasi.
Baca juga: Peer-to-Peer Lending Syariah Alternatif Pembiayaan Anda
Sukuk menunjukkan bukti bagian kepemilikan aset. Sukuk tidak menunjukkan pengakuan utang.
Sukuk yang diterbitkan fatwa MUI diatur oleh lembaga tersebut. Bentuk sukuk sudah jelas kesyariahannya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sukuk juga menggunakan metode bagi hasil dari kepemilikan aset. Sementara itu keuntungan yang didapat dari obligasi adalah bunga.
Tujuan sukuk diterbitkan ada berbagai macam. Termasuk di antaranya memperbanyak sumber pembiayaan belanja negara, mengembangkan keuangan syariah, membuat tolok ukur pasar keuangan syariah, diversifikasi, dan menambah opsi instrumen investasi.
Tujuan penerbitan sukuk yaitu menggunakan barang yang sudah dimiliki negara, membantu pengelolaan barang negara, memanfaatkan dana masyarakat yang tidak ada dalam perbankan konvensional, dan lain-lain.
Pemerintah memiliki tujuan utama menerbitkan sukuk, yakni untuk membiayai belanja nasional, misalnya proyek infrastruktur.
Pembiayaan yang dimaksud meliputi proyek yang sudah dialokasikan dalam APBN di berbagai sektor, misalnya pertanian, perhubungan, telekomunikasi, energi, manufaktur, dan lain-lain.
Ada beberapa syarat agar sukuk dapat diterima pasar domestik dan internasional.
a. Memenuhi kaidah syariah.
b. Bersifat likuid, yakni mudah dipindahtangankan dan diperjualbelikan.
c. Menawarkan return yang kompetitif dibandingkan instrumen investasi lain.
d. Penerbitannya diatur dalam syarat-syarat.
e. Didukung infrastruktur dan lembaga legal yang memadai.
Ada beberapa kelebihan dalam berinvestasi sukuk. Berikut penjelasannya.
Investor ritel dapat memiliki sukuk dengan nominal kecil. Sukuk juga bersifat sangat likuid, sehingga mudah dicairkan.
Bagi penerbit sukuk, investasi ini menjadi alternatif pendanaan yang tengah mengalami defisit. Hasil penjualan sukuk dapat menjadi tambahan modal perusahaan penerbit.
Misalkan saat ini pemerintah memiliki kebutuhan dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur karena kekurangan APBN. Pemerintah lalu mengeluarkan sukuk untuk diperjualbelikan masyarakat umum.
Sukuk harus legal. Artinya pemerintah dapat menerbitkan agar dimasukkkan dalam kategori surat berharga syariah.
Pemerintah mendukung instrumen investasi syariah ini melalui Undang-undang Nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN. UU ini menjadi payung hukum bagi penerbitan sukuk, sehingga peredarannya telah dilegalkan.
Pasal 5 Undang-undang SBSN menyebutkan sukuk harus dijamin keamanannya.
Manfaat lainnya dari sukuk adalah memberikan imbalan kepada investor yang diserahkan dalam kurun waktu tertentu. Pembayaran imbalan ini dijamin oleh negara dan dapat ditransaksikan di pasar sekunder sesuai harganya.
Lalu, ada pula potensi capital gain bagi pemegang sukuk. Hal ini juga diatur sesuai prinsip syariah.
Ada empat jenis dalam imbal hasil sukuk. Ini penjelasannya.
Akad mudharabah memungkinkan diterapkan bagi hasil. Imbal hasil akan dibayar persentase dari nominalnya saat jatuh tempo yang sudah disepakati.
Keuntungan ini didapat saat sukuk diperjualbelikan di pasar sekunder. Keuntungan ini dapat diperoleh sebelum jatuh tempo. Capital gain bisa didapat jika sukuk dibeli dengan harga diskon.
Apabila emiten bangkrut atau dilikuidasi, pemilik sukuk memiliki hak klaim pertama.
Konversi ini dapat dilakukan jika disepakati harga. Dengan begitu, investor dapat memperoleh keuntungan atas saham.
Ada sejumlah prinsip yang mengatur keuangan atau investasi syariah. Apa saja asas yang umum digunakan? Berikut penjelasannya.
Dalam berbagai bentuk investasi, nilai dan etika perlu ditekankan mengacu kepada akhlak mulia. Sistem keuangan syariah melarang kegiatan ekonomi yang tidak etis dan tidak adil.
Misalkan perbuatan judi (maysir) dan riba (usury). Keduanya dilarang dalam prinsip syariah.
Aktivitas tersebut membuat salah satu pihak untung, sedang pihak lainnya dirugikan. Keduanya dinilai akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian dan sosial, sehingga dilarang syariat.
Keuangan syariah juga mengusung prinsip keadilan. Artinya segala sesuatu harus ditempatkan dengan seharusnya dan memberikan hak kepada mereka yang memilikinya.
Contohnya dalam keuangan syariah adalah prinsip muamalah. Asas ini melarang riba, gharar, maysir, zalim, dan hal yang haram.
Gharar dapat diartikan penipuan. Artinya, penipuan di mana di dalamnya tidak diperkirakan akan terjadi kerelaan.
Maysir berarti mendapatkan sesuatu tanpa kerja keras atau bisa disebut berjudi. Hal ini dilarang dalam prinsip syariah.
Dalam terminologi agama, judi disebut sebagai transaksi oleh kedua pihak atas barang atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Transaksi dilakukan terkait dengan tindakan tertentu.
Segala bentuk bisnis yang menggunakan untung-untungan, spekulasi, dan ramalan juga tidak diizinkan. Bank syariah selalu menekankan harga yang jelas tanpa unsur spekulasi dari oknum tidak bertanggung jawab.
Segala sesuatu yang diatur di dalamnya harus sesuai syariat Islam. Dengan begitu nasabah merasa aman menitipkan uangnya untuk dikelola dan dikembangkan. Keuntungannya juga dalam bentuk bagi hasil, bukan bunga.
Jika hendak membeli sukuk, calon investor perlu mendatangi ke bank atau lembaga sekuritas. Lembaga ini harus yang resmi ditunjuk pemerintah sebagai penjual sukuk atau mitra distribusi (midis).
Sebelum proses pembelian sukuk, investor akan diminta mendaftar. Investor harus memasukkan data diri, nomor rekening surat berharga, nomor rekening, dan single investor identification (SID).
Jika Anda belum memiliki SID akan dibantu oleh penjual. SID diterbitkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). SID berbentuk kode tunggal.
Setelah pendaftaran, investor dalam memesan sukuk. Pemesanan dapat dilakukan pada masa penawaran.
Setelah pemesanan diverifikasi, investor mendapat kode pembayaran. Kode ini digunakan untuk menyetor dana melalui teller, ATM, m-banking, dan lain-lain dalam jangka waktu yang ditentukan.