17 Sep 2020
Kita tentu sudah sering mendengar tantrum. Tantrum merupakan kondisi pelampiasan emosi tak terkendali yang biasanya dikaitkan dengan anak kecil. Jika kita melihat anak kecil yang menangis, berteriak-teriak, melempar barang dan perilaku marah lainnya, itu artinya mereka sedang mengalami tantrum.
Perilaku itu biasanya terjadi ketika keinginan anak tidak terpenuhi. Namun, pernahkah kamu melihat orang dewasa yang mengalami tantrum? Atau jangan-jangan kita pernah mengalaminya, namun tidak menyadarinya? Yuk, simak ulasannya.
Baca juga: 5 Tipe Kepribadian Finansial, Kamu Termasuk yang Mana?
Secara umum, tantrum memiliki definisi berupa perilaku destruktif untuk melampiaskan emosi yang bisa melibatkan tindakan fisik maupun teriakan.
Tantrum terjadi sebagai respon atas tidak terpenuhinya kebutuhan atau keinginan seseorang. Anak-anak wajar mengalaminya karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi dan menyampaikan apa yang mereka inginkan. Anak-anak juga belum mampu mengungkapkan kekecewaannya dan mengendalikan emosi negatif mereka.
Orang dewasa jarang menyebut perilaku tersebut sebagai perilaku tantrum. Perilaku melampiaskan emosi secara berlebihan itu biasanya dilabeli hanya sebagai ‘marah’, ‘mendidih’, dan ungkapan-ungkapan lainnya.
Marah tentu saja emosi dasar yang dimiliki tiap manusia dan wajar terjadi. Namun, jika berlebihan maka hal itu menjadi tidak baik.
Jika perilaku marah terjadi secara berulang-ulang, dapat diprediksi, dan berdampak buruk pada diri sendiri maupun dengan hubungan sosial, perilaku marah tersebut perlu diketahui lebih dalam untuk diatasi.
Apapun yang berlebihan bisa diasumsikan tidak wajar. Disebut asumsi, karena kita tidak bisa dan tidak boleh mendiagnosa secara spesifik tanpa dilakukan oleh ahlinya.
Tantrum orang dewasa biasanya tidak melibatkan fisik, namun lebih sering melampiaskan emosi melalui perkataan.
Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan kekerasan fisik ataupun perbuatan-perbuatan penuh emosi dilakukan mereka. Tentu saja tantrum adalah perilaku yang merusak diri sendiri. Orang dewasa sering menyesali perbuatan dan perkataan mereka setelah tantrum mereda.
Semakin kita dewasa, kita semakin sadar bahwa tidak semua perkataan bisa kita ucapkan dan tidak semua perbuatan bisa kita ekspresikan.
Kita terikat dengan norma-norma yang berlaku, termasuk norma masyarakat. Kita tidak bisa mengontrol apa yang orang lain lakukan. Oleh karena itu, yang bisa kita lakukan adalah mengontrol diri sendiri agar hubungan dengan orang lain tetap baik dan tidak menimbulkan dampak negatif lainnya.
Orang yang dewasa secara mental mampu mengontrol emosinya dengan baik dan mengekspresikannya dengan cara yang wajar. Orang dewasa yang tantrum tidak mampu melakukannya dan memilih untuk melakukan sesuatu yang menyakiti orang lain.
Berikut ini adalah ciri-ciri orang dewasa yang sedang mengalami tantrum atau marah secara berlebihan:
Jika kita melihat orang di sekitar kita seperti itu, maka kita perlu berhati-hati agar tantrum atau emosi yang dialaminya tidak menyakiti orang disekitarnya. Namun apabila kita menyadari hal tersebut sering terjadi pada diri, maka kita perlu mengevaluasi diri.
Banyak permasalahan-permasalahan ketika dewasa disebabkan apa yang terjadi di masa lalu. Ketika mereka masih kanak-kanak dan melakukan tantrum, orang tua tidak mengajarkan dan membimbing mereka untuk keluar dari periode itu.
Selain itu, orang tua bisa saja tidak berempati dengan emosi dan perasaan yang dirasakan anak ketika mereka tantrum. Orang tua tidak mau mengerti kebutuhan sang anak. Ketika mereka dewasa, mereka jadi tidak mengerti bagaimana mengontrol emosinya dan menyelesaikan masalahnya dengan baik.
Selain itu, marah atau pelampiasan emosi negatif secara berlebihan bisa disebabkan kecemasan, depresi, stress, kekhawatiran berlebihan, pemikiran irasional, bahkan penyakit mental yang belum terdiagnosis.
Jika anak kecil yang tantrum saja terkadang membuat kita kewalahan, tentu saja orang dewasa yang tantrum akan lebih membuat kita kebingungan untuk mengatasinya. Jangan khawatir, ini dia beberapa tips untuk menghadapi mereka.
Meski menyebalkan, jangan terlalu diambil hati hingga mempengaruhi kesejahteraan mentalmu sendiri. Pahami bahwa terkadang mereka mempunyai alasan yang tidak bisa dijelaskan, atau bahkan tidak diketahui.
Baca juga: Overthinking, Si Pengganggu yang Bersemayam di Kepala
Jika belum terlalu parah (mengganggu kehidupan personal, sosial dan kesehatan mental), maka kamu bisa mengidentifikasi penyebab dari tantrum yang terjadi seperti: kapan hal itu terjadi, apa penyebab umumnya, sejak kapan aku begini, untuk berapa lama aku marah, apa yang biasanya aku lakukan ketika marah, dan sebagainya.
Dengan mengidentifikasi, kamu bisa berusaha menghindari pemicunya dan mencari solusinya.
Dear, jika kamu merasa tidak bisa mengatasinya penting sekali untuk berkonsultasi dengan tenaga ahli seperti psikolog/psikiater untuk mencari solusi.
Kamu bisa melakukan terapi obat, konseling, modifikasi perilaku, manajemen emosi, hingga psikoterapi. Tapi ingat, semua itu dilakukan harus atas saran dan pertimbangan dari tenaga profesional yang berkompeten pada kesehatan mental.
Sekarang ke psikolog bukan lagi hal yang sulit. Akses konseling mudah bisa dilakukan bersama Riliv, yang akan menghubungkanmu dengan psikolog profesional untuk membantu menyelesaikan masalahmu. Jangan menunda hingga parah ya, Dear. Jika ada yang tidak beres atau wajar dari dirimu, segera selamatkan dirimu sendiri!
Disadur dari:
Ditulis oleh Tazakka Putri Oktoji dari Riliv.