28 Jun 2019
Pajak menjadi salah satu kewajiban yang harus dibayarkan oleh seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah memiliki penghasilan. Tak terkecuali bagi pelaku usaha UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
Pemerintah pun menerbitkan peraturan untuk memberikan fasilitas perpajakan berupa diskon tarif PPh (Pajak Penghasilan) bagi UMKM. Diskon tarif pajak ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu. PP tersebut menggantikan PP sebelumnya Nomor 46 Tahun 2013.
Nah, UMKM dengan omzet maksimal Rp 4,8 miliar dalam kurun waktu setahun bisa bernapas lega atas penurunan PPh Final dari 1% menjadi 0,5%. Diskon ini tentu sangat membantu, bisa digunakan untuk mengembangkan usaha. Pemerintah memang sengaja memberikan diskon karena paham jika UMKM membutuhkan dana untuk terus berkembang.
Baca juga: Simak Perizinan Bagi UMKM
Tarif pajak yang diberikan kepada UMKM pun cukup ringan. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan semakin banyak usaha mikro, kecil dan menengah masuk dalam basis wajib pajak dan berkontribusi pada perekonomian nasional. Untuk pelaku UMKM yang belum tahu mengenai tarif PPh final ini dan cara perhitungannya, berikut penjelasannya.
Cara menghitung PPh final ini sangat mudah, tinggal menjumlahkan omzet dalam sebulan lalu dikalikan tarif 0,5 persen. Wajib dibayarkan setiap tanggal 15 di bulan berikutnya. Penyesuaian tarif secara otomatis tanpa persetujuan, pemberitahuan atau surat apapun dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Ini ilustrasi pembayarannya:
Naya memiliki usaha produksi baju yang dijual secara online baik menggunakan marketplace maupun media sosial. Omzet yang didapatkan Naya setiap bulan bisa mencapai Rp15.000.000. Dia memenuhi syarat untuk mendapatkan diskon tarif pajak PPh final sebesar 0,5%. Jadi, perhitungan pajaknya:
Untuk omzet bulan Juni 2019 yang disetorkan Juli = 0,5% x Rp15.000.000 = Rp75.000
Naya bisa mendapatkan diskon tarif pajak tersebut selama 7 tahun. Setelah itu, dia wajib membuat pembukuan dan menjadi wajib pajak normal.
Namun, apabila Naya saat masih memulai usaha masih rugi atau belum mendapatkan omzet, maka dia bisa memilih untuk tidak dipungut pajak. Syaratnya, Naya harus menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Naya ternyata juga memiliki suami pelaku usaha. Suami Naya bernama Firman mempunyai usaha kuliner berupa kedai kopi beromzet Rp10.000.000 per bulan. Keduanya belum memiliki anak. Maka, perhitungan PPh finalnya:
Omzet suami per bulan Rp10.000.000, per tahun Rp120.000.000
Omzet istri per bulan Rp15.000.000, per tahun Rp180.000.000
Total omzet keseluruhan = Rp300.000.000
Pajak penghasilan suami dan istri = 0,5% x Rp300.000.000 = Rp1.500.000 (per tahun)
Jika dihitung per bulan, maka PPh-nya = Rp1.500.000 : 12 = Rp125.000
Omzet suami Rp120.000.000
PPh-nya = 0,5% x Rp120.000.000 = Rp600.000 (per tahun)
PPh-nya per bulan = Rp600.000 : 12 = Rp50.000
Omzet istri Rp180.000.000
PPh-nya = 0,5% x Rp180.000.000 = Rp900.000 (per tahun)
PPh per bulan = Rp900.000 : 12 = Rp75.000
Baca juga: Pinjaman P2P Lending UMKM Berperan Penting Sebagai Alternatif Permodalan
Bagi kalian yang berencana membuka usaha jangan ragu hanya karena takut harus membayar pajak. Sudah ada jaminan untuk usaha mikro, kecil dan menengah yang baru buka tidak dipungut pajak. Sedangkan bagi pelaku UMKM yang sudah berjalan, tidak ada lagi alasan mengeluh tentang beban pajak tinggi maupun enggan membayarnya karena sudah ada diskon tarif pajak.
Apalagi peranan pajak usaha mikro, kecil, dan menengah juga sangat penting bagi pembangunan dan perekonomian nasional. Setiap Rupiah yang disetorkan wajib pajak ke negara akan digunakan untuk kegiatan produktif seperti pembangunan infrastruktur, anggaran pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan. Selamat berwirausaha.